BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hukuman
mati
Permohonan pemerintah
Belanda memohon untuk tidak memidana mati pembunuh almarhum Munir mengingatkan
kita pada eksekusi mati pada Ayodya, terpidana yang dituduh memiliki
berkilo-kilo narkotika setelah sekian lama hukumannya tidak dilaksanakan. Sempat
pesimis atas itikad pemerintah untuk memberlakukan hukuman jenis ini,
tereksekusinya beberapa terpidana mati memberikan gambaran bahwa Indonesia
masih memberlakukan hukuman ini. Mesti
hukuman mati bukanlah hukuman yang baru diberlakukan di Indonesia, namun setiap
kali jenis hukuman ini dijatuhkan tetap akan mengundang sejumlah kontroversi.
Undang-Undang Narkotika No.22 tahun 1997 bukan satu-satunya undang-undang yang
memberikan ancaman maksimal hukuman mati. Tercatat beberapa undang undang lain
seperti Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Pengadilan HAM No.26 tauhn 2000,
Undang-Undang Korupsi No.31 tahun 1999 dan tak lupa Pasal 10 KUHP yang
mencantumkan hukuman mati sebagai hukuman pokok.
Di Amerika Serikat
tercatat kasus Westley Allen Dodd. Ia tertangkap enam minggu setelah membunuh
Lee Iseli, bocah berusia empat tahun, ketika sedang berusaha menculik anak
lainnya lagi – yang akan dijadikan korbannya yang keempat. Ada tiga delik
pembunuhan yang telah dilakukan dan diakuinya. American Civil Liberties Union
gagal mencegah pelaksanaan hukuman gantung yang baru pertama kali terjadi dalam
30 tahun terakhir ini, di Washington. Hukuman gantung dan tembak jelas
mencerminkan kekejaman dan kebiadaban. Bahkan, hukuman setrum di atas kursi
listrik ribuan volt serta suntikan racun mematikan (lethal injection) masih
dinilai kurang manusiawi oleh lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia. Lebih daripada itu, Badan Amnesti
Internasional berusaha keras untuk menghapus pemberlakuan hukuman mati dari
muka bumi ini. Menurut laporan tahun 1996, baru 44 negara yang telah
menerapkannya. Hukuman mati secara prinsipal bertentangan dengan hak asasi
manusia yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup. Seberapa besar dan banyak
kejahatan yang dilakukan seseorang sesungguhnya tidak ada wewenang bagi
siapapun untuk mencabut nyawanya. Dalam
kasus Allen Dodd tersebut, lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia tidak
dapat berbuat banyak karena itu dikehendaki sendiri oleh pihak terhukum. Selama
ini ia dibayangi oleh trauma kejahatan yang telah dilakukannya, dan ini hanya
bisa dibayar dengan kematiannya. Kematian, baginya, adalah satu-satunya jalan
untuk melepaskan ingatan buruknya. Jenis kematian yang dikehendaki ialah
seperti yang dilakukan terhadap korbannya yang ketiga, digantung. Kejadian itu
merupakan suatu usaha “bunuh diri” secara tidak langsung, karena alasan
kejahatan kriminal. Pandangan HAM sendiri terhadap hukuman mati amat berbeda.
Dalam berbagai tulisan,
kerap disampaikan bahwa dalam menginterprestasikan rumusan pasal tersebut,
tidak bisa terlepas dari ketentuan dalam Pasal 5 DUHAM PBB yang merumuskan:
Tidak seorangpun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tak
mengingat kemanusiaan atay cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Yang
dimaksud dengan hukuman yang menghinakan disini adalah hukuman mati.
ICCPR memandang bahwa
hukuman mati merupakan suatu pengecualian atas hak untuk hidup. Pasal 6
mengizinkan dijatuhkannya hukuman mati bagi seorang pelaku kejahatan meski
dengan pembatasan tertentu. Pembatasan dimaksud adalah:
- Suatu
penetapan akan hukuman mati tidak menghalangi penundaan atau mencegah
adanya abolisi terhadap hukuman mati oleh negara;
- Hukuman
mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang
paling serius;
- Penjatuhan
hukuman mati harus sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat perbuatan
kejahatan dilakukan;
- Penjatuhan
hukuman harus tidak bertentangan dengan ketentuan lain dalam kovenan atau
konvensi tentang Pemusnahan suku Bangsa / Genosida;
- Hanya
dapat dilaksanakan oleh pengadilan yang kompeten;
- Tidak
ditetapkan pada anak dibawah 18 tahun atau wanita yang sedang hamil;
- Setiap
orang yang telah dijatuhi hukuman mati berhak untuk mendapat pengampunan
atau peringanan hukuman atau dapat diberi amnesti sekalipun tanpa
pengupayaannya.
Meski demikian banyak
pihak menganggap bahwa batasan tersebut bukan syarat minimal akan penjatuhan
hukuman mati dalam keadaan terpaksa. Hak untuk hidup tetap dianggap jauh lebih
absolut dari kejahatan apapun yang dilakukan seseorang. Dalam perkembangannya,
hingga kini berbagai konvensi di Eropa dan Amerika tetap mengizinkan hukuman
mati. Meski demikian berbagai negara di dua benua tersebut telah menghapus
hukman mati dan dibeberapa negara lainnya hukumanmati tidak lagi dijatuhkan
terhadap para penjahat politik atau terpidana yang berusia diatas tujuhpuluh
tahun. Di Indonesia, hukuman mati baik dalam KUHP maupun dalam berbagai
perundang-undangan seperti UndangUndang Pengadilan HAM No.26 tahun 2000,
Undang-Undang Korupsi No.31 tahun 1999
yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 tahun 2002 serta Undang-Undang
Anti Terorisme No.15 tahun 2002 dan bahkan Rancangan KUHP Nasional, hukuman
mati tetap dipertahankan. Hukuman mati tetap dianggap sebagai Ultimum Remedium
dalam hukum pidana. Hal yang berbeda dalam Rancangan KUHP Nasional adalah
tatacara penjatuhannya yang memberikan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana
mati untuk merubah sikap sehingga hakim pengawas memiliki alasan untuk mengubah
jenis pidananya.
Hukuman mati akan tetap berlaku apabila:
- pertama,
hukuman mati hanya diberikan kepada mereka yang melakukan kejahatan yang
paling serius seperti pelaku teror;
- kedua,
hukuman mati harus dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku di negara tempat
terjadinya kejahatan
- ketiga,
hukuman mati harus diberikan oleh pengadilan yang berwenang
- keempat
hukuman mati diberikan setelah pelaku kejahatan meminta pengampunan atau
kasasi dari presiden dan ditolak permintaanya
- kelima,
hukuman mati yang diberikan bukan merupakan sebuh tindakan genosida terhadap
kelompok orang tertentu.
B. Aborsi
Aborsi diartikan sebagai
pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik
disengaja maupun tidak. Alasan Orang Melakukan Tindakan Aborsi yaitu:
- Tidak
ingin memiliki anak
- Tidak
memiliki uang yang cukup untuk merawat
- Tidak
ingin memiliki anak tanpa ayah akibat sebuah pemerkosaan
- Usia
terlalu muda
- Untuk
menutup aib keluarga dan sebagainya.
Ada dua macam aborsi
yaitu aborsi spontan atau sengaja dimana aborsi-aborsi ini terjadi secara alami tanpa
inverensi tindakan medis dan aborsi profokatus atau direncanakan dimana melalui
tindakan medis dengan obat-obatan, tindakan
bedah atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina. Pertanyaan tentang apakah
aborsi boleh dilakukan pada dasarnya sejalan dengan pertanyaan kapan hak untuk
hidup mulai dimiliki seseorang? Apakah sejak terjadi pembuahan atau ketika
seorang bayi lahir sebagai seorang manusia? Problema ini dalam prakteknya
menjadi issu yang kontroversi dan tidak pernah terpecahkan dengan tuntas. Meski menjadi pengecualian
dalam Pasal 4 Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa hak
untuk hidup menjadi eksis pada saat konsepsi. Meski rumusan ini menjadi
perdebatan ketika akan dimasukkan dalam Pasal 6 ICCPR. Dalam aturan perundang-undangan Indonesia,
sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa aborsi merupakan tindak pidana kecuali
jika dengan alasan medis guna menyelamatkan nyawa si ibu. Tentang kesehatan
ditegaskan bahwa aborsi sebagai tindakan yang dilarang kecuali ada alasan kedarauratan
medis ibu atau bayi. Hal
tersebut dinyatakan dalam Pasal 15 Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992.
Pasal
346-349 KUHP mencatat aborsi sebagai tindakan kriminal atau kejahatan yang melanggara
hukum.
- Pasal
346 “seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun”.
- Pasal
347 “barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama 12 tahun. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
- Pasal
348 “barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana paling lama 15
tahun penjara”.
- Pasal
349 “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346,347,348 maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat ditamba dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Masalah-masalah yang
berkaitan dengan hak hidup seperti hukuman mati, aborsi dan Euthanasia tersebut
diatas harus segera ditetapkan dalam suatu aturan konvensi atau
perundang-undangan secara jelas sehingga hak hidup dapat dilindungi dan
dipenuhi secara mutlak. Pada Zaman sekarang ini Aborsi menjadi suatu masalah
yang semakin kabur nilainya, dilihat dari sisi agama Kristen hal
ini menjadi tantangan iman yang cukup berat. Dari data statistik diperoleh
bahwa Jepang saja negara yang sudah begitu maju, sejak tahun 1972 telah
melakukan Aborsi 1,5 juta orang per-tahun, Inggris sampai tahun 1983 telah
melakukakan Aborsi terhadap 2 juta orang, Amerika Serikat sampai tahun 1986
sudah mencapai 20 juta orang, sedangkan dari penelitian seorang dokter di
Jakarta, dinyatakan bahwa pada tahun 1990 ada 400 orang melakukan pembunuhan
dan 20% diantaranya melakukan dengan cara Aborsi.
- Pengertian
Aborsi
Aborsi menurut dr. Agus Abadi dari UPF/
Lab Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo/ FK Unair, abortus
(definisi yang lama) – adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. WHO
memperbaharui definisi Aborsi yakni Aborsi adalah terhentinya kehidupan buah
kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Aborsi
juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau fetus secara
prematur (sebelum waktunya). Istilah Aborsi disebut juga Abortus Provokatus
(Inilah yang belakangaan ini menjadi ramai dibicarakan). Abortus yang dilakukan
secara sengaja. Jadi Aborsi adalah tindakan pengguguran hasil konsepsi secara
sengaja.
- Jenis-Jenis
Aborsi
Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi
menjadi dua bagian; yakni Aborsi Spontan (Spontaneous Abortion) dan Abortus
Provokatus (Provocation Abortion). Yang dimaksud dengan Aborsi Spontan yakni
Aborsi yang tanpa kesengajaan (keguguran).
Aborsi
Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni :
1. Abortus
Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan threaten Abortion, terancam
keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran belum terjadi, tetapi ada
tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal terjadi keguguran.
2. Abortus
Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah
terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
3. Abortus
Komplitus. Yang satu ini Aborsi
lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya
keluar.
4. Abortus
Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi
belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal missed Abortion,
yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan tetapi belum ada tanda-tanda
dikeluarkan.
Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja)
masih terbagi dua bagian kategori besar yakni Abortus Provokatus Medisinalis
dan Abortus Provokatus Kriminalis (kejahatan). Kita hanya khusus melihat
Abortus Provokatus Medisinalis yang terdiri dari;
1. Dilatation
dan Curettage
Jenis
ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam rahim,
kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding
rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak pendarahan, cara ini
dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13 minggu.
2. Suction
(Sedot)
Dilakukan
dengan cara memperbesar leher rahim, lalu dimasukkan sebuah tabung ke dalam
rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim
tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam
sebuah sebuah botol.
3. Peracunan
dengan garam
Jenis
ini dilakukan pada janin yang berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup
banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan
garam yang pekat dimasukkan ke dalam kandungan itu.
4. Histeromi
ataau bedah Caesar
Jenis
ini dilakukan untuk janin yang berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi
terhadap kandungan.
5. Prostaglandin
Jenis
ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn
Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut,
sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.
- Masalah
Utama Aborsi
Dalam perintah ke 6 berbunyi “Jangan
Membunuh”, maka dalam hal ini ada orang yang bertanya-tanya, dalam situasi dan
kondisi yang
rumit, apakah perintah ini berlaku? Dan kalau kita melihat konteksnya, maka
perintah ini ditujukan untuk manusia. Dan sekarang yang menjadi masalah utama
adalah tentang status fetus itu sendiri;
Apakah fetus atau janin itu manusia atau
bukan? Syarat
apakah yang harus dimiliki “sesuatu” supaya dapat dianggap seorang manusia,
jelasnya supaya memiliki hak hidup? Jika
kita menganggap bayi yang belum dilahirkan bukan manusia, tetapi hanya benda,
kapankah fetus itu dapat menikmati statusnya sebagai seorang manusia atau
pribadi? Jika
janin itu belum mempunyai status sebagai manusia, maka Abortus tidak dapat
dicap sebagai pembunuhan, dan masalah kita dapat diselesaikan, tetapi jika itu
adalah manusia yang sedang mengalami proses pertumbuhan secara kontiniu, maka
ini jelas merupakan suatu pembunuhan. Dalam hal ini, seorang penulis Kristen,
Daniel Rumondor dalam bukunya “Jangan Membunuh”: Tinjauan Etis Terhadap
Beberapa Praktek Kedokteran., menyatakan bahwa sejak terjadinya konsepsi,
seorang anak sedang dibentuk melalui proses yang alamiah dan terus-menerus, sel
telur yang sudah dibuahi itu dalam waktu sembilan bulan lebih akan berkembang
menjadi bayi yang mempunyai ratusan juta sel dan fetus mempunyai sistim
sirkulasi sendiri dan otak. Sedangkan menurut Dorothy I. Marx dalam bukunya
“Itu kan Boleh?”, beliau mengatakan bahwa saat pertemuan merupakan saat
penentuan kehidupan fetus dalam hal-hal;
1. Sifat
pembawaan yang kelak diperolehnya dari orangtuanya.
2. Bakat-bakat
serta IQ yang kelak dinyatakannya.
3. Sifat-sifat
pribadi yang kelak dimilikinya.
4. Tinggi
badannya kelak.
5. Warna
mata dan rambutnya.
6. Kekuatan
fisiknya dan mutu kesehatannya.
kesimpulannya
adalah:
1. Walaupun janin berada di
dalam kandungan ibunya selama 9 bulan dan mengalami suatu proses pembentukan
dan pertumbuhan, namun kepribadiannya sudah terbentuk sejak ia mulai dikandung.
2. Walaupun
janin berada di dalam kandungan selama 9 bulan, dan belum dapat disebut
“Manusia Seutuhnya”, tetapi peri-kemanusiaan sudah ada sejak ia mulai
dikandung. Maka dalam hal ini, tindakan Aborsi adalah sesuatu hal yang tidak
dapat dibenarkan dan merupakan suatu pembunuhan.
- Menurut
Pandangan Alkitab
Alkitab memberi nilai yang tinggi atas
hidup manusia. Dalam Ul 5 :17 tertulis “Jangan Membunuh” dan dalam Kel 21:22-24
dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi), khususnya mengenai kasus
kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat dalam
perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya
gugur, maka orang tersebut harus ganti rugi, dan kalau ibu itu mati dan
kandungannya juga gugur, maka harus nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata
orang Yahudi sangat menghargai hidup, termasuk hidup binatang (Ul 22:6,7).
Alkitab juga memberitahukan kepada kita
bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi, dalam Mat 1:20 dituliskan
bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh
menjadi manusia yang seutuhnya pada saat konsepsi.
Alkitab juga memandang bayi yang belum dilahirkan itu sebagai satu pribadi atau
manusia. Mzm 139:13-16 mencatat tentang Daud, yang pada waktu dikandung sudah
merupakan manusia dalam pemeliharaan Allah. Yer 1:5 mencatat “Sebelum Aku
membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, Aku telah
menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa”. Juga dalam ayat yang lain
yakni Mzm 51:7 Daud mengaku bahwa sifat dosanya sudah ada sejak ia masih dalam
kandungan. Dalam Kej 1:26,27; 2:7 tertulis bahwa Allah menjadikan manusia
menurut gambar dan rupaNya, yang menunjukkan bahwa hidup ini kudus dan sangat
berharga dihadapan Allah yang telah menciptakannya. Maka dalam hal ini secara
tegas Alkitab tidak membenarkan Aborsi, alasannya:
1. Hidup manusia semata-mata
Karunia Allah.
2. Tuhan
mempunyai rencana keselamatan bagi setiap insan yang lahir kedunia ini.
3. Manusia
tidak berhak untuk mencabut hak hidup dari pada fetus ataupun embrio, yang
berhak hanyalah Allah; jangan kita merampas hak Allah.
Dalam
prakteknya, Aborsi hanya dapat dibenarkan dalam beberapa kasus, misalnya:
1. Janinnya
sudah meninggal, maka mau tidak mau harus dikeluarkan.
2. Apabila
membahayakan nyawa si ibu (harus ada tinjauan dari berbagai pertimbangan etis;
dalam konteks iman kita masih tetap kita tolak).