Tuesday, March 19, 2019

HAK HIDUP: HUKUMAN MATI DAN ABORSI: BAB III PENUTUP


BAB III
PENUTUP

Hak untuk hidup adalah suatu prinsip moral yang didasarkan pada keyakinan bahwa seorang manusia memiliki hak untuk hidup dan, terutama, tidak seharusnya dibunuh oleh manusia lainnya. Konsep ini timbul dalam pembahasan tentang isu-isu hukuman mati dan aborsi. ICCPR memandang bahwa hukuman mati merupakan suatu pengecualian atas hak untuk hidup. Pasal 6 mengizinkan dijatuhkannya hukuman mati bagi seorang pelaku kejahatan meski dengan pembatasan tertentu. Sementara Aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik disengaja  maupun tidak. Ada dua macam aborsi yaitu aborsi spontan atau sengaja dimana aborsi-aborsi ini terjadi secara alami tanpa inverensi tindakan medis dan aborsi profokatus atau direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan  obat-obatan, tindakan bedah atau tindakan lain.



DAFTAR PUSTAKA

Davidson, Scott. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Penerbit Grafiti. Cet. Pertama, Juli 1994. Hal.37. 
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. (Bogor: Politiea, 1980). Hal.207. 
Tempo, 29 Maret 2005.  
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_untuk_hidup.
https://media.neliti.com/media/publications/17975-ID-menelaah-arti-hak-untuk-hidup-sebagai-hak-asasi-manusia

HAK HIDUP: HUKUMAN MATI DAN ABORSI: BAB II PEMBAHASAN


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hukuman mati
Permohonan pemerintah Belanda memohon untuk tidak memidana mati pembunuh almarhum Munir mengingatkan kita pada eksekusi mati pada Ayodya, terpidana yang dituduh memiliki berkilo-kilo narkotika setelah sekian lama hukumannya tidak dilaksanakan. Sempat pesimis atas itikad pemerintah untuk memberlakukan hukuman jenis ini, tereksekusinya beberapa terpidana mati memberikan gambaran bahwa Indonesia masih memberlakukan hukuman ini.  Mesti hukuman mati bukanlah hukuman yang baru diberlakukan di Indonesia, namun setiap kali jenis hukuman ini dijatuhkan tetap akan mengundang sejumlah kontroversi. Undang-Undang Narkotika No.22 tahun 1997 bukan satu-satunya undang-undang yang memberikan ancaman maksimal hukuman mati. Tercatat beberapa undang undang lain seperti Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Pengadilan HAM No.26 tauhn 2000, Undang-Undang Korupsi No.31 tahun 1999 dan tak lupa Pasal 10 KUHP yang mencantumkan hukuman mati sebagai hukuman pokok.
Di Amerika Serikat tercatat kasus Westley Allen Dodd. Ia tertangkap enam minggu setelah membunuh Lee Iseli, bocah berusia empat tahun, ketika sedang berusaha menculik anak lainnya lagi – yang akan dijadikan korbannya yang keempat. Ada tiga delik pembunuhan yang telah dilakukan dan diakuinya. American Civil Liberties Union gagal mencegah pelaksanaan hukuman gantung yang baru pertama kali terjadi dalam 30 tahun terakhir ini, di Washington. Hukuman gantung dan tembak jelas mencerminkan kekejaman dan kebiadaban. Bahkan, hukuman setrum di atas kursi listrik ribuan volt serta suntikan racun mematikan (lethal injection) masih dinilai kurang manusiawi oleh lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia.  Lebih daripada itu, Badan Amnesti Internasional berusaha keras untuk menghapus pemberlakuan hukuman mati dari muka bumi ini. Menurut laporan tahun 1996, baru 44 negara yang telah menerapkannya. Hukuman mati secara prinsipal bertentangan dengan hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup. Seberapa besar dan banyak kejahatan yang dilakukan seseorang sesungguhnya tidak ada wewenang bagi siapapun untuk mencabut nyawanya.  Dalam kasus Allen Dodd tersebut, lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia tidak dapat berbuat banyak karena itu dikehendaki sendiri oleh pihak terhukum. Selama ini ia dibayangi oleh trauma kejahatan yang telah dilakukannya, dan ini hanya bisa dibayar dengan kematiannya. Kematian, baginya, adalah satu-satunya jalan untuk melepaskan ingatan buruknya. Jenis kematian yang dikehendaki ialah seperti yang dilakukan terhadap korbannya yang ketiga, digantung. Kejadian itu merupakan suatu usaha “bunuh diri” secara tidak langsung, karena alasan kejahatan kriminal. Pandangan HAM sendiri terhadap hukuman mati amat berbeda.
Dalam berbagai tulisan, kerap disampaikan bahwa dalam menginterprestasikan rumusan pasal tersebut, tidak bisa terlepas dari ketentuan dalam Pasal 5 DUHAM PBB yang merumuskan: Tidak seorangpun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tak mengingat kemanusiaan atay cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Yang dimaksud dengan hukuman yang menghinakan disini adalah hukuman mati.
ICCPR memandang bahwa hukuman mati merupakan suatu pengecualian atas hak untuk hidup. Pasal 6 mengizinkan dijatuhkannya hukuman mati bagi seorang pelaku kejahatan meski dengan pembatasan tertentu. Pembatasan dimaksud adalah:
  1. Suatu penetapan akan hukuman mati tidak menghalangi penundaan atau mencegah adanya abolisi terhadap hukuman mati oleh negara;
  2. Hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius;
  3. Penjatuhan hukuman mati harus sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat perbuatan kejahatan dilakukan;
  4. Penjatuhan hukuman harus tidak bertentangan dengan ketentuan lain dalam kovenan atau konvensi tentang Pemusnahan suku Bangsa / Genosida;
  5. Hanya dapat dilaksanakan oleh pengadilan yang kompeten;
  6. Tidak ditetapkan pada anak dibawah 18 tahun atau wanita yang sedang hamil;
  7. Setiap orang yang telah dijatuhi hukuman mati berhak untuk mendapat pengampunan atau peringanan hukuman atau dapat diberi amnesti sekalipun tanpa pengupayaannya.
Meski demikian banyak pihak menganggap bahwa batasan tersebut bukan syarat minimal akan penjatuhan hukuman mati dalam keadaan terpaksa. Hak untuk hidup tetap dianggap jauh lebih absolut dari kejahatan apapun yang dilakukan seseorang. Dalam perkembangannya, hingga kini berbagai konvensi di Eropa dan Amerika tetap mengizinkan hukuman mati. Meski demikian berbagai negara di dua benua tersebut telah menghapus hukman mati dan dibeberapa negara lainnya hukumanmati tidak lagi dijatuhkan terhadap para penjahat politik atau terpidana yang berusia diatas tujuhpuluh tahun. Di Indonesia, hukuman mati baik dalam KUHP maupun dalam berbagai perundang-undangan seperti UndangUndang Pengadilan HAM No.26 tahun 2000, Undang-Undang Korupsi No.31 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 tahun 2002 serta Undang-Undang Anti Terorisme No.15 tahun 2002 dan bahkan Rancangan KUHP Nasional, hukuman mati tetap dipertahankan. Hukuman mati tetap dianggap sebagai Ultimum Remedium dalam hukum pidana. Hal yang berbeda dalam Rancangan KUHP Nasional adalah tatacara penjatuhannya yang memberikan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati untuk merubah sikap sehingga hakim pengawas memiliki alasan untuk mengubah jenis pidananya.
            Hukuman mati akan tetap berlaku apabila:
  1. pertama, hukuman mati hanya diberikan kepada mereka yang melakukan kejahatan yang paling serius seperti pelaku teror;
  2. kedua, hukuman mati harus dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku di negara tempat terjadinya kejahatan
  3. ketiga, hukuman mati harus diberikan oleh pengadilan yang berwenang
  4. keempat hukuman mati diberikan setelah pelaku kejahatan meminta pengampunan atau kasasi dari presiden dan ditolak permintaanya
  5. kelima, hukuman mati yang diberikan bukan merupakan sebuh tindakan genosida terhadap kelompok orang tertentu.
B.     Aborsi
Aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik disengaja  maupun tidak.  Alasan Orang Melakukan Tindakan Aborsi yaitu:
  1. Tidak ingin memiliki anak
  2. Tidak memiliki uang yang cukup untuk merawat
  3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah akibat sebuah pemerkosaan
  4. Usia terlalu muda
  5. Untuk menutup aib keluarga dan sebagainya.
Ada dua macam aborsi yaitu aborsi spontan atau sengaja dimana aborsi-aborsi ini terjadi secara alami tanpa inverensi tindakan medis dan aborsi profokatus atau direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan  obat-obatan, tindakan bedah atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina. Pertanyaan tentang apakah aborsi boleh dilakukan pada dasarnya sejalan dengan pertanyaan kapan hak untuk hidup mulai dimiliki seseorang? Apakah sejak terjadi pembuahan atau ketika seorang bayi lahir sebagai seorang manusia? Problema ini dalam prakteknya menjadi issu yang kontroversi dan tidak pernah terpecahkan dengan tuntas. Meski menjadi pengecualian dalam Pasal 4 Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa hak untuk hidup menjadi eksis pada saat konsepsi. Meski rumusan ini menjadi perdebatan ketika akan dimasukkan dalam Pasal 6 ICCPR. Dalam aturan perundang-undangan Indonesia, sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa aborsi merupakan tindak pidana kecuali jika dengan alasan medis guna menyelamatkan nyawa si ibu. Tentang kesehatan ditegaskan bahwa aborsi sebagai tindakan yang dilarang kecuali ada alasan kedarauratan medis ibu atau bayi. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 15 Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992.
Pasal 346-349 KUHP mencatat aborsi sebagai tindakan kriminal atau kejahatan yang melanggara hukum.
  1. Pasal 346 “seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.
  2. Pasal 347 “barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
  3. Pasal 348 “barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana paling lama 15 tahun penjara”.
  4. Pasal 349 “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346,347,348 maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditamba dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan hak hidup seperti hukuman mati, aborsi dan Euthanasia tersebut diatas harus segera ditetapkan dalam suatu aturan konvensi atau perundang-undangan secara jelas sehingga hak hidup dapat dilindungi dan dipenuhi secara mutlak. Pada Zaman sekarang ini Aborsi menjadi suatu masalah yang semakin kabur nilainya, dilihat dari sisi agama Kristen hal ini menjadi tantangan iman yang cukup berat. Dari data statistik diperoleh bahwa Jepang saja negara yang sudah begitu maju, sejak tahun 1972 telah melakukan Aborsi 1,5 juta orang per-tahun, Inggris sampai tahun 1983 telah melakukakan Aborsi terhadap 2 juta orang, Amerika Serikat sampai tahun 1986 sudah mencapai 20 juta orang, sedangkan dari penelitian seorang dokter di Jakarta, dinyatakan bahwa pada tahun 1990 ada 400 orang melakukan pembunuhan dan 20% diantaranya melakukan dengan cara Aborsi.
  1. Pengertian Aborsi      
Aborsi menurut dr. Agus Abadi dari UPF/ Lab Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo/ FK Unair, abortus (definisi yang lama) – adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan pada usia kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. WHO memperbaharui definisi Aborsi yakni Aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Aborsi juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau fetus secara prematur (sebelum waktunya). Istilah Aborsi disebut juga Abortus Provokatus (Inilah yang belakangaan ini menjadi ramai dibicarakan). Abortus yang dilakukan secara sengaja. Jadi Aborsi adalah tindakan pengguguran hasil konsepsi secara sengaja.
  1. Jenis-Jenis Aborsi
Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi dua bagian; yakni Aborsi Spontan (Spontaneous Abortion) dan Abortus Provokatus (Provocation Abortion). Yang dimaksud dengan Aborsi Spontan yakni Aborsi yang tanpa kesengajaan (keguguran).
Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni :
1.      Abortus Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan threaten Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal terjadi keguguran.
2.      Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
3.      Abortus Komplitus. Yang satu ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.
4.      Abortus Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.



Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar yakni Abortus Provokatus Medisinalis dan Abortus Provokatus Kriminalis (kejahatan). Kita hanya khusus melihat Abortus Provokatus Medisinalis yang terdiri dari;
1.      Dilatation dan Curettage
Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13 minggu.
2.      Suction (Sedot)
Dilakukan dengan cara memperbesar leher rahim, lalu dimasukkan sebuah tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah botol.
3.      Peracunan dengan garam
Jenis ini dilakukan pada janin yang berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke dalam kandungan itu.
4.      Histeromi ataau bedah Caesar
Jenis ini dilakukan untuk janin yang berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.
5.      Prostaglandin
Jenis ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.


  1. Masalah Utama Aborsi
Dalam perintah ke 6 berbunyi “Jangan Membunuh”, maka dalam hal ini ada orang yang bertanya-tanya, dalam situasi dan kondisi yang rumit, apakah perintah ini berlaku? Dan kalau kita melihat konteksnya, maka perintah ini ditujukan untuk manusia. Dan sekarang yang menjadi masalah utama adalah tentang status fetus itu sendiri;
Apakah fetus atau janin itu manusia atau bukan? Syarat apakah yang harus dimiliki “sesuatu” supaya dapat dianggap seorang manusia, jelasnya supaya memiliki hak hidup? Jika kita menganggap bayi yang belum dilahirkan bukan manusia, tetapi hanya benda, kapankah fetus itu dapat menikmati statusnya sebagai seorang manusia atau pribadi? Jika janin itu belum mempunyai status sebagai manusia, maka Abortus tidak dapat dicap sebagai pembunuhan, dan masalah kita dapat diselesaikan, tetapi jika itu adalah manusia yang sedang mengalami proses pertumbuhan secara kontiniu, maka ini jelas merupakan suatu pembunuhan. Dalam hal ini, seorang penulis Kristen, Daniel Rumondor dalam bukunya “Jangan Membunuh”: Tinjauan Etis Terhadap Beberapa Praktek Kedokteran., menyatakan bahwa sejak terjadinya konsepsi, seorang anak sedang dibentuk melalui proses yang alamiah dan terus-menerus, sel telur yang sudah dibuahi itu dalam waktu sembilan bulan lebih akan berkembang menjadi bayi yang mempunyai ratusan juta sel dan fetus mempunyai sistim sirkulasi sendiri dan otak. Sedangkan menurut Dorothy I. Marx dalam bukunya “Itu kan Boleh?”, beliau mengatakan bahwa saat pertemuan merupakan saat penentuan kehidupan fetus dalam hal-hal;
1.      Sifat pembawaan yang kelak diperolehnya dari orangtuanya.
2.      Bakat-bakat serta IQ yang kelak dinyatakannya.
3.      Sifat-sifat pribadi yang kelak dimilikinya.
4.      Tinggi badannya kelak.
5.      Warna mata dan rambutnya.
6.      Kekuatan fisiknya dan mutu kesehatannya.

kesimpulannya adalah:
1.      Walaupun janin berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan dan mengalami suatu proses pembentukan dan pertumbuhan, namun kepribadiannya sudah terbentuk sejak ia mulai dikandung.
2.      Walaupun janin berada di dalam kandungan selama 9 bulan, dan belum dapat disebut “Manusia Seutuhnya”, tetapi peri-kemanusiaan sudah ada sejak ia mulai dikandung. Maka dalam hal ini, tindakan Aborsi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan suatu pembunuhan.
  1. Menurut Pandangan Alkitab
Alkitab memberi nilai yang tinggi atas hidup manusia. Dalam Ul 5 :17 tertulis “Jangan Membunuh” dan dalam Kel 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi), khususnya mengenai kasus kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat dalam perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya gugur, maka orang tersebut harus ganti rugi, dan kalau ibu itu mati dan kandungannya juga gugur, maka harus nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai hidup, termasuk hidup binatang (Ul 22:6,7).
Alkitab juga memberitahukan kepada kita bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi, dalam Mat 1:20 dituliskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya pada saat konsepsi.
Alkitab juga memandang bayi yang belum dilahirkan itu sebagai satu pribadi atau manusia. Mzm 139:13-16 mencatat tentang Daud, yang pada waktu dikandung sudah merupakan manusia dalam pemeliharaan Allah. Yer 1:5 mencatat “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa”. Juga dalam ayat yang lain yakni Mzm 51:7 Daud mengaku bahwa sifat dosanya sudah ada sejak ia masih dalam kandungan. Dalam Kej 1:26,27; 2:7 tertulis bahwa Allah menjadikan manusia menurut gambar dan rupaNya, yang menunjukkan bahwa hidup ini kudus dan sangat berharga dihadapan Allah yang telah menciptakannya. Maka dalam hal ini secara tegas Alkitab tidak membenarkan Aborsi, alasannya:
1.      Hidup manusia semata-mata Karunia Allah.
2.      Tuhan mempunyai rencana keselamatan bagi setiap insan yang lahir kedunia ini.
3.      Manusia tidak berhak untuk mencabut hak hidup dari pada fetus ataupun embrio, yang berhak hanyalah Allah; jangan kita merampas hak Allah.
Dalam prakteknya, Aborsi hanya dapat dibenarkan dalam beberapa kasus, misalnya:
1.      Janinnya sudah meninggal, maka mau tidak mau harus dikeluarkan.
2.      Apabila membahayakan nyawa si ibu (harus ada tinjauan dari berbagai pertimbangan etis; dalam konteks iman kita masih tetap kita tolak).

HAK HIDUP: HUKUMAN MATI DAN ABORSI: BAB I PENDAHULUAN


BAB I
PENDAHULUAN

Hak untuk hidup adalah suatu prinsip moral yang didasarkan pada keyakinan bahwa seorang manusia memiliki hak untuk hidup dan, terutama, tidak seharusnya dibunuh oleh manusia lainnya. Konsep mengenai hak untuk hidup timbul dalam pembahasan tentang isu-isu hukuman mati, perang, aborsi, eutanasia, pembunuhan yang dapat dibenarkan, dan meluas hingga perawatan kesehatan publik. Dalam sejarah umat manusia, dikatakan bahwa belum ada suatu penerimaan umum mengenai konsep hak untuk hidup sebagai bawaan setiap individu, bukan sebagai suatu hak istimewa yang diberikan oleh pemegang kekuasaan politik dan sosial. Evolusi hak asasi manusia sebagai suatu konsep berlangsung perlahan dalam sejumlah bidang melalui berbagai cara. Hak untuk hidup tidak terkecuali dalam tren tersebut, dan utamanya sepanjang milenium terakhir telah dihasilkan banyak kumpulan dokumen legal skala nasional maupun internasional (contohnya Magna Carta dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang mengodifikasikan paradigma umum ini ke dalam prinsip-prinsip yang dibahasakan secara khusus.
Para penentang hukuman mati berpendapat bahwa hukuman mati merupakan suatu pelanggaran terhadap hak untuk hidup, sementara para pendukungnya berpendapat bahwa hukuman mati bukan merupakan suatu pelanggaran terhadap hak untuk hidup karena mereka menganggap bahwa hak untuk hidup seharusnya diterapkan dengan penghormatan pada suatu rasa keadilan. Mereka yang menentangnya meyakini bahwa hukuman mati merupakan pelanggaran terburuk hak asasi manusia, karena hak untuk hidup adalah hak yang paling penting, serta hukuman mati melanggarnya dengan tidak semestinya dan menimbulkan suatu siksaan psikologis pada terhukum. Para aktivis hak asasi manusia menentang hukuman mati, menyebutnya "hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat", sementara Amnesty International memandangnya sebagai "penyangkalan mutlak dan tidak dapat diperbaiki lagi terhadap Hak-Hak Asasi Manusia". Manusia memiliki hak atas dirinya secara utuh lepas dari orang lain. Untuk itu dibutuhkan suatu jaminan atas hak-hak mendasar bagi manusia yang harus dipahami dan dihormati oleh setiap manusia, karena setiap orang di muka bumi ini membutuhkan hak-hak tersebut. Secara mendasar setiap manusia dikaruniai oleh Penciptanya, hak yang inheren atas kehidupannya, kebebasan dan harta, yang merupakan milik mereka. sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh negara. Hak-hak tersebut pada zaman kuno, dikenal juga sebagai hak-hak kodrati (natural law) dan ius naturale dari Undang-Undang Romawi.  Akan tetapi karena setiap masing-masing manusia mempunyai hak yang sama pula, dikhawatirkan masing-masing akan saling mengakui hak-haknya dan mengalami konflik kepentingan dengan manusia-manusia lainnya.
Hak Untuk Hidup dalam Instrumen Internasional Pasal 3 DUHAM (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia) PBB merumuskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas kehidupan, kemerdekaan dan keselamatannya. Ketentuan ini sangat jelas memberikan jaminan atas hak untuk hidup. Instrumen Internasional lain yang memberikan rumusan yang tegas tentang hak untuk hidup ini adalah Pasal 6 ICCPR (International Covenan Civil and Political Rights). Pasal 6 ayat (1) ICCPR tersebut menyatakan bahwa: Setiap manusia memiliki melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas hak kehidupannya. Dalam ketentuan yang lainnya, hak untuk hidup juga dilindungi dalam Pasal 6 Konvensi Hak-Hak Anak yang menayatakan bahwa Para Negara Peserta Konvensi mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupannya. Sehingga setiap anak dimuka bumi dapat menyatakan bahwa, “aku harus tetap hidup dan berkembang sebagai manusia.”   Hak Untuk Hidup dalam Ketentuan Perundang-undangan Indonesia. Di Indonesia, perumusan mengenai hak untuk hidup itu tertuang dalam beberapa peraturan perundang undangan, salah satunya Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45) Amandemen UUD’45 melalui beberapa Pasal merumuskan mengenai Hak Untuk Hidup sebagai berikut:
  1. Pasal 28 A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.
  2. Pasal 28 B ayat (2): Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  3. Pasal 28 H ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
  4. Pasal 28 I ayat (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.


CONTOH LAPORAN MAGANG II BAHASA INGGRIS: CHAPTER IV CONCLUSION AND SUGGESTION


CHAPTER IV
CONCLUSION AND SUGGESTION

4.1 Conclusion
Internship program is a teaching method utilized by educators to teach students how to solve problems, understand tasks, perform specific tasks, and deal with difficult situations (Collins, Brown, and Newman 1989). The internship program is in line with the vision and mission of the English education study program of STKIP Santu Paulus, which is to produce prospective English language educators who are professional and competent, and mature in personality, attitude, knowledge and skills. This is also stated clearly in the profile of graduates of English Education Study Program.

CONTOH LAPORAN MAGANG II BAHASA INGGRIS: CHAPTER III LEARNING IMPLEMENTATION


CHAPTER III
LEARNING IMPLEMENTATION

3.1 Learning Activities
In the second internship program at SMK Widya Bhakti Ruteng, that was held in the period of October 1 - November 3, 2018, the writer carried out learning activities in the class XI Accounting I and II. In this period of time, the writer managed to implement 5 lesson plan topics, which in detail will be offered as follows.

CONTOH LAPORAN MAGANG II BAHASA INGGRIS: CHAPTER II THE PREPARATION STAGE IN IMPLEMENTING THE SECOND INTERNSHIP


CHAPTER II
THE PREPARATION STAGE IN IMPLEMENTING
THE SECOND INTERNSHIP

2.1 Orientation Stage
Orientation stage of the second internship program is the initial stage of internship program which aims to help students in identifying all things needed in the implementation of English learning process in classroom. It is an important stage to be followed by students to be able in adjusting and knowing the learning environment at school.